Minggu, 22 Februari 2009

visuality-visibility-visual thinking

(Kalau belum baca scoop, jangan baca ini)

Bersaing untuk mengalahkan peluangnya hampir tak ada atau tipis sekali, dan kalau dipaksakan mungkin bisa tapi sangat segmented, artinya hanya pada lingkungan tertentu saja yang jumlahnya sangat terbatas koran bisa masuk. Tapi bukan berarti internet tidak memiliki kelemahan, secara kumulatif layanan internet masih bisa dibilang mahal, kita tidak bisa menikmati internet tanpa PC, notebook, atau media multiservice lainnya, seperti PDA dan smart hp, dan sudah menjadi rahasia umum kalau harga barang-barang yang tersebut diatas tidak pernah turun dari akhiran juta di mata uang rupiah. Kan ada warnet? Ok kita pakai warnet, sekarang berapa harga sewa PC layanan warnet perjamnya, bisa jadi kita dapat dua koran, atau untuk daerah yang persaingan warnetnya ketat kita bisa dapat satu koran baru.

Tapi lagi-lagi koran masih punya sifat yang tak terlampaui, ia telah menjadi sumber data dan dokumentasi yang kevalidannya telah diakui karena telah dibangun oleh reputasi baik dan dalam waktu lama. Para pekerja koran, khususnya di radaksionalnya, bukanlah orang sembarangan, berbeda dengan internet, walau kita bisa print data kapan saja tapi keakuratan sumbernya masih sering dipertanyakan. Bagaimanapun siapa saja bisa menulis dan upload ke internet.

Apakah hanya dengan value kevalidan koran akan dapat bertahan? bukankan value ini bersifat khusus, artinya hanya orang tertentu yang menggunakannya, seperti mereka yang bekerja di bidang suvei/penelitian, mereka yang sedang menyelesaikan tulisan ilmiah, ataupun mereka yang memang mengerti mutu dan standar suatu tulisan/artikel (tidak termasuk untuk koran kuning). Seandainya dibuat itung-itungan, pastilah jumlah pembaca koran dengan pertimbangan benefit intangiable berdasarkan validitas mutu tulisan/artikel sebagaimana diatas jumlahnya akan kalah mutlak dengan mereka yang mengejar benefit rasional, dimana internet bisa menyediakan tulisan dan gambar yang lebih banyak dan beragam, serta video yang tidak bisa diberikan oleh koran.

Jika benefit tidak bisa diadu maka strategi harus diganti. Koran kembali melihat ke dalam artinya bagaimana sebuah koran bisa menyerap unique point internet sehingga bisa bertahan dan berjalan berdampingan. Pertanyaan besarnya apa unique point si pintar penyedia 'apa saja' di dunia maya ini. Tak perlu teliti untuk mengetahuinya, point paling utama internet ternyata navigasi, yaitu suatu sistem yang memungkinkan kita memetakan data yang ada dalam tekukan-tekukan halaman (page internet). Terus bagaimana koran akan mengimplementasikan sistem navigasi ini? Jawabnya adalah pada pola layout dan desainnya secara keseluruhan.

Mario Garcia, desainer koran dunia, adalah seorang imigran yang sukses hidup di Amerika, core edukasi dia bukanlah murni desain, Garcia hanyalah seorang jurnalis yang peka. Kepekaannya ini mampu menangkap apa yang sedang mewabah di dunia (baca: internet) dan dengan manis mampu memasukkannya ke dalam desain koran. Visuality-visibility-visual thinking adalah resepnya yang mampu membongkar navigasi internet atau sebutlah internet secara keseluruhan. Visuality artinya membuat semua lapisan informasi menjadi tampak, visibility adalah gampang dikenal, dan didukung oleh metode jurnalistik postmodern yaitu visual thinking.

Tiga elemen ini akan memaksimalkan warna, memunculkan keyword, menjadikan indeks sebagai kebutuhan pokok dan memposisikan grafis/infografis sebagai hal yang penting. Ketika navigasi internet teratasi, search engine (unique point internet lainnya) pun seolah terimplementasi secara paket di desain koran yang konsisten mengunakan tiga elemen ini.

*
Mario Garcia, Konsep visual Koran Kompas