Jumat, 27 Februari 2009

back to the basic

Susah memang kalau berada di gray area, exact mungkin jauh lebih mudah karena bisa langsung tahu benar atau salahnya. Tapi begitulah dunia desain, hybrid dicipline yang mempekerjakan berbagai elemen (merujuk pada Gestalt dalam teori kumulatifnya) seperti sign, marka, serta uraian verbal yang divisualisasikan lewat typografi dan gambar (ilustrasi maupun photografi). Karena tidak ada benar dan salah maka desain hanya bisa dinilai dari kelayakannya atau efektivitasnya berkomunikasi dengan audience/segmen yang dituju dan dalam memberikan solusi terhadap masalah desain yang dihadapi.

Ketika menulis 'scoop' maupun ‘3vi’ (visuality-visibility-visual thinking) akan menjadi hampa jika tidak sekalian membedah blue print dari media publikasinya (baca: koran). Disini akan coba diperikan walau mungkin hanya pada tataran nilai universalnya saja.

Di desain publikasi, yang akan sangat menonjol nanti adalah disiplin typografi, yaitu cara pemecahan masalah dari uraian verbal menjadi sebuah tampilan visual. Meskipun demikian elemen desain lainnya seperti garis, warna, gambar tetap tidak akan ditenggelamkan. Ada dua kecenderungan pembaca dalam melihat typografi, pertama sebagai Pattern Seeking Reader yaitu kecenderungan melihat tulisan sebagai suatu pola visual. Dan yang kedua adalah sebagai Meaning Seeking Reader yaitu kecenderungan untuk menyerap makna dari tulisan.

Giliran pada eksekusinya, desain publikasi lebih menitikberatkan pada dua hal utama (secara kuantitatif hal ini lebih muda dibanding 'keluarga besar' desain lainnya), (1) Pendekatan gaya desain yang meliputi komposisi, ilustrasi, dan elemen grafis. Sebagai acuan yang dipakai pada poin pertama ini adalah karakter dari isi dan sasarannya. (2) Sistem desain yaitu cara mengatasi desain per halaman. Sedangkan acuan pada poin kedua ini adalah format dan kualitas informasi yang disampaikannya.

Inti blue print sendiri atau pada desain publikasi lebih familiar disebut layout terletak pada grid system yang akan memetakan ruang gerak komposisi pada halaman, dan style sheet yaitu kesinambungan gaya dalam keseluruhan halaman. Style sheet ini yang akan menciptakan rasa, kekhasan, serta pemunculan keunikan pada desain.

Selain hal diatas ada beberapa masalah teknis yang juga perlu untuk diperhatikan, antara lain:
Legibility: kenyamanan dan keterbacaan atas huruf.
Rhythm: perlakuan pada naskah, ilustasi, dan elemen grafis dalam keseluruhan halaman sehingga tidak melelahkan ketika dibaca dan indah secara estetis.
Pause: ruang pemberhentian yang sengaja dibuat untuk memberi kesempatan pembaca mengambil kesimpulan, biasanya lewat partisi maupun opening chapter (pause akan lebih terlihat pada desain publikasi buku).
White space: ruang kosong sebagai active force supaya halaman terlihat dinamis, juga sebagai ruang bernafas bagi mata. Bagaimanapun tampilan yang semerawut akan membuat mata cepat lelah dan membingungkan.
Visual heirarchi: penciptaan struktur berdasarkan logika dari info terpenting yang harus didahulukan, bisa juga menjadi urutan baca sederhana yang secara tidak langsung menuntun pambaca menelusuri tulisan demi tulisan hingga mendapatkan arti dan maksud yang ingin disampaikan oleh penulis/desainernya (seringkali penulis dan desainernya bukanlah satu orang).

Jika semua tulisan diatas bisa disederhanakan, maka dalam layout, bagaimanapun comunication value yang harus didahulukan tetapi tanpa meninggalkan aestetic value. Dua elemen ini saling berkaitan, sebab style pada aestetic value akan menciptakan karakteristik dan citra yang ujung-ujungnya akan sangat menunjang keberhasilan dari comunication value itu sendiri.

*
Cakram Magz