Rabu, 07 September 2011

asal usul angka

Apa dasarnya kita menyebut 1 sebagai satu, 2 sebagai dua, dan seterusnya. Ternyata sebutan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 didasarkan pada jumlah sudut dari karakter yang pada akhirnya kita sebut dengan angka. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar-gambar berikut:




Mungkin bentuknya terlihat kaku bahkan terkesan maksa (khususnya di angka 9) tapi masih rasional :P

*
diceritakan turun-temurun di link internet

Rabu, 18 Mei 2011

lebar kolom

Kolom adalah bagian dari anatomi paragraf yang kompleks. Kita bisa menyebut kolom sebagai lokasi yang ditempati oleh paragraf yang berupa baris-baris yang apabila dalam tatanan horizontal lebih dari satu lajur. Dalam desain koran, tabloid, maupun majalah penggunaan kolom tidak mungkin dihindari. Hal ini dikarenakan panjangnya tulisan dan media (kertas) tempat dimana tulisan tersebut diletakkan relatif lebar.

Ada konsekwensi pengaturan kolom yang kurang tepat. Kolom yang ditata terlalu lebar akan mengakibatkan baris teks menjadi panjang. Hal ini memaksa mata menggunakan jangkauan pandangan yang lebar ketika membaca teks dari ujung kiri hingga ujung kanan baris. Cara baca seperti ini akan sangat melelahkan karena urat mata menjadi tegang. Selain itu, juga akan ada kemungkinan pandangan mata tanpa sengaja berpindah pada baris di bawah atau di atasnya, sehingga naskah akan terbaca kacau. Masalah lain yang muncul adalah kesulitan mata ketika harus berpindah dari ujung baris sebelah kanan ke baris selanjutnya yang ada di ujung kiri, mata bisa terpeleset dua baris ke bawah atau mengulang baris yang sama.

Kolom yang ditata terlalu sempit pun bukan berarti tanpa masalah. Kolom yang sempit membuat baris teks menjadi pendek, hal ini menyebabkan informasi yang termuat menjadi sangat sedikit, dimana frasa-frasa (ungkapan) yang disampaikan artinya sering tidak berkaitan. Mekanisme kerja mata ke otak menjadi mudah lelah karena berusaha mengkombinasikan pandangan dalam mencari sambungan ujung baris berikutnya terjadi dalam waktu yang amat singkat dan sering. Otak juga dituntut bekerja keras untuk menyambungkan penggalan kata atau penggalan kalimat yang tertinggal di ujung baris dengan kata lainnya di baris yang baru.


Terus bagaimana lebar kolom yang ideal?
Harmoni dan kelancaran arus membaca kata serta frasa yang termuat dalam kalimat sangat tergantung pada kejelian seorang desainer dalam menata panjang baris atau lebar kolom. Lebar kolom yang ideal adalah yang mampu memuat sekitar 60 karakter atau 10-12 kata tiap baris. Meskipun semikian tidak ada harga mati dalam desain. Seandainya ada keharusan di desain yang membuat kolom menjadi lebih lebar atau baris menjadi lebih panjang dari ukuran ideal, maka pemilihan font, penambahan besar ukuran font, memperlebar jarak antar karakter serta memperjauh jarak antar baris (bahkan hingga 120%) akan sangat membantu mengatasi keadaan tersebut.

*
Adi Kusrianto,
Pengantar Tipografi

Rabu, 16 Februari 2011

dino


Ilustrasi manual menggunakan drawing pen dengan sedikit retouch photoshop (Desember 2009)

wiranto


Ilustrasi vektor menggunakan Freehand (2008)

Selasa, 15 Februari 2011

logo yang fleksibel

Salah satu hukum yang harus ditaati pada logo adalah konsisten, artinya dalam keadaan apapun logo tidak boleh berubah bentuk maupun warnanya, bahkan stretching sedikit saja bisa merusak logo secara keseluruhan.

Tapi ternyata ada logo unik yang fleksibel, logo Portugal Telecom, logo ini memiliki variasi bentuk yang dapat disesuaikan dengan media aplikasi yang tersedia. Bentuk dasar logo ini adalah sebuah bujur sangkar dibangun oleh empat bujur sangkar yang lebih kecil.

Jika ruang yang tersedia adalah horizontal maka versi mendatar yang akan dipakai, sebaliknya jika ruang yang tersedia lebar maka bentuk dasar yang akan dipakai.




Dengan bentuk yang fleksibel, logo Portugal Telecom bisa leluasa diterapkan pada berbagai bentuk dan media.

*
Surianto Rustam, Mendesain Logo

Selasa, 18 Januari 2011

golden section

Di dalam desain, proporsi yang harmonis merupakan salah satu variabel yang bisa menentukan baik atau tidaknya sebuah desain. Salah satu teori proporsi geometrik yang sangat populer adalah Golden Section atau yang juga dikenal dengan Golden Mean, Golden Ratio, atau Divine Proportion.

Golden Section yang terinspirasi dari pola keteraturan alam adalah sebuah rasio/perbandingan kompleks yang dilambangkan dengan phi (Φ), Φ = ( 1 + √5)/2, atau Φ = 1.618...
Φ ini menggambarkan satu set figur geometrik yang termasuk di dalamnya; garis, segiempat, dan spiral. Figur-figur tersebut dianggap sebagai bentuk yang sempurna dan paling memuaskan secara estetis.


Selain dijelaskan dalam persamaan matematika dengan penggambaran figur geometrik, Golden Section (hampir) sama dengan deret Fibonacci.

Deret Fibonacci

0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, 233, 377, 610, 987, 1597, 2584, …

Deret Fibonacci memiliki satu sifat menarik. Jika kita membagi satu angka dalam deret tersebut dengan angka sebelumnya, akan kita dapatkan sebuah angka hasil pembagian yang besarnya sangat mendekati satu sama lain. Nyatanya, angka ini bernilai tetap setelah angka ke-13 dalam deret tersebut. Angka ini adalah 1,618 atau yang disebut sebagai Φ dalam tulisan diatas.

233/144 = 1,618
377/233 = 1,618
610/377 = 1,618
987/610 = 1,618
1597/987 = 1,618

Muncul sebuah pertanyaan, apakah Golden Section yang mengilhami Leonardo Pisano Fibonacci? atau Fibonacci yang memicu munculnya istilah Golden Section? atau mungkin dua hal ini adalah sama dan tak terpisahkan? Entahlah...

Kita dapat menemukan Golden Section hampir dimana saja, rasio ini telah digunakan sejak jaman klasik dalam berbagai penerapan, termasuk di bidang seni, dan arsitektur karena pendekatannya terkait dengan hal yang bersifat ideal, misalnya Piramid (Mesir), Lukisan Monalisa, Kuil Parthenon (Yunani) dan masih banyak lainnya. Bapak Arsitektur modern Le Corbuzier (Swiss) pun penganut aliran ini.



Selain itu, Golden Section ternyata juga menyentuh sisi-sisi ketuhanan sebagai sesuatu yang absolut. Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Ternyata Φ juga terdapat pada wajah, kerangka, telapak tangan bahkan sidik jari kita. Mungkin inilah alasan kenapa diawal Golden Section juga disebut sebagai Divine Proportion (proporsi ilahi).

Panjang wajah/lebar wajah = 1,681
Panjang mulut/lebar hidung = 1,681
Lebar hidung/jarak antara lubang hidung = 1,681
Jarak antara pupil/jarak antara alis = 1,681
Jarak antara garis bahu dan ujung atas kepala/panjang kepala = 1. 618

Bahkan kaki kita juga menunjukkan Φ. Apakah hal ini adalah kebetulan semata? Sulit dijelaskan memang, tapi banyak fakta yang mengungkap hal ini. Jadi tak salah jika Golden Section mendapat satu sebutan lagi yaitu 'The Finger Print of God'.

Meskipun Golden Section berhasil pengungkapan nilai-nilai estetis secara ideal bahkan hingga disebut sebagai Divine Proportion dan The Finger Print of God, Golden Section tidak bisa bersifat absolut. Maksudnya, teori ini belum tentu mampu menciptakan persepsi-apresiasi yang sama pada setiap manusia. Hal itu disebabkan karena manusia adalah mahluk yang berpikir secara empiris dengan pengalaman estetis yang beragam.

Golden Section, merupakan penggerak yang berdaya untuk mempersatukan beragam persepsi manusia terhadap objek pengamatan (unity in diversity) untuk memberi satu konsep ideal mengenai keindahan yang terbentuk oleh proporsi yang harmonis.

*
berbagai sumber

gambar: geometryarchitecture.wordpress.com
lihat juga http://www.youtube.com/watch?v=PjrK96wasDk