Senin, 02 Maret 2009

spot renaisance

Ketika bangsa Turki berhasil menguasai Bizantium, sebuah babak baru manusia dimulai. Keagungan Romawi yang kental dengan seni Kristiani diganti seni ornamental yang syarat nuansa Islami. Tidak ada yang lebih tinggi dari salah satu seni ini, keduanya memiliki value sama walau dengan kemasan yang sangat jauh berbeda. Tapi kemanakah seniman-seniman Bizantium yang terkenal ini, ketika akar ideologi berkesenian mereka tercabut, bahkan tak ada sesobek kanvaspun untuk ekspresi imajinya.

Kejatuhan Bizantium ternyata bukan hanya sebuah akhir dari satu babak seni, melainkan juga awal dari babak seni lainnya. Kejadian Bizantium telah menjadi trigger berkembangnya seni di benua biru Eropa. Ketika Bizantium jatuh sebagian besar senimannya hijrah ke Firenze, sebuah kota di semenanjung Italia yang ramah.

Yang juga perlu dicatat, adanya dukungan terhadap seni dari keluarga deMedici yang menguasai kota ini saat itu. Dukungan keluarga ini telah membuat sinergi yang menghasilkan banyak sumbangan terhadap kebudayaan baru Eropa. Bukan hanya pada seni lukis saja akan tetapi seni secara umum seolah menemukan jiwa baru. Di kota ini sains yang erat hubungannya dengan seni tidak lagi dianggap sihir, hal ini berbeda dengan apa yang terjadi di jaman pertengahan, saat itu sains diangap berbahaya bagi agama dan dilarang oleh geraja. Keadaan yang terkekang ini secara tidak langsung membuat seni menjauh dari realitas sekaligus mengalami perlambatan. Di Firenze seni dan apapun yang berhubungan dengan kemajuan kebudayaan dianggap sebagai alat baru untuk merebut kembali kehormatan Bizantium yang telah terampas.

Akhirnya, tak mengherankan jika dari Firenze bermunculan tokoh-tokoh seni yang terkenal, seperti Tomassi, Donatello, Leonardo da Vinci, Michaelangelo, dan Raphael. Karya-karya mereka sangat monumental bahkan sentimentil, lihat saja Monalisa karya si jenius da Vinci. Jaman inilah awal Renaisance Eropa.